Setiap hari, petani kita berhadapan dengan banyak kendala. Perubahan iklim belakangan ini berimbas kepada ketidakpastian cuaca yang membuat hasil panen jadi tak tentu. Belum lagi tantangan meningkatkan produktivitas tanam agar bisa mencapai produksi yang maksimal di lahan yang terbatas. Kondisi ini diperumit dengan benang kusut problem distribusi pupuk yang membuat petani tak mampu membeli penyubur tanah ini dalam jumlah yang mencukupi sehingga lagi-lagi semakin mempersulit hidup mereka yang selama ini seharusnya menjadi icon di Indonesia sebagai negara agraris.

Apa menu makan siangmu tadi? Mungkin saja sajian di piringmu adalah kombinasi dari sepotong ikan yang dijaring di lepas pantai Cilincing, wortel dan buncis yang dipanen dari Puncak, dan beras yangditumbuhkan di Klaten. Saya jadi terbayang besarnya jasa para petani dan nelayan yang bekerja penuh bakti untuk mencukupi perut 240 juta penduduk Indonesia, sepanjang tahun.

Koes Plus memang pernah berdendang, tanah kita adalah tanah surga. Tongkat kayu yang ditanam saja bisa jadi tanaman. Namun ternyata menanam tongkat kayu saja tidak akan cukup, karena seperti kata Robert Malthus, penduduk terus bertambah sesuai deret ukur sedangkan laju pertumbuhan produksi mengikuti deret hitung.

Petani perlu lebih cerdik dalam mengolah tanaman. Lahan tanam yang jumlahnya semakin sedikit–karena berhadapan dengan ancaman konversi fungsi jadi tanah hunian atau lainnya–perlu didongkrak produktivitasnya, salah satunya dengan memberi asupan nutrisi zat hara dari pupuk.

Ternyata masalah tidak selesai disitu. Petani sering kali harus berebutan jatah pupuk karena jumlahnya terbatas. Rantai distribusi pupuk dikuasai pihak-pihak tertentu semakin mempersulit kondisi petani. Belum lagi harganya jadi mahal dan tak terbeli.

Saya ingin membantu para petani ini dengan menyediakan akses pembelian pupuk bagi petani di Desa Jogorogo, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Saya sudah mendapatkan jalur pembelian pupuk dalam partai besar, langsung dari produsen, sehingga petani bisa membeli langsung ke saya dan memangkas jalur yang berbelit. Dengan skema ini, petani kecil akan mendapatkan pupuk dengan harga terjangkau, berkat hasil subsidi silang dari penjualan pupuk ke pemain besar.

Agar ide ini bisa beroperasi, saya memerlukan gudang untuk menampung pupuk yang sudah dibeli. Sejauh ini, saya sudah mendapatkan lokasi yang cocok untuk penyimpanan di daerah Gentong yang berdekatan dengan Desa Jogorogo. Hanya saja, saya masih terkendala untuk mendapatkan biaya pembangunan gudangnya.

Saya mengajak teman-teman semua yang peduli pangan lokal dan kesejahteraan petani untuk ikut mendukung terlaksananya pembuatan akses pupuk bagi petani Jogorogo melalui link ini . Sisihkan kelebihan danamu–yang mungkin terpakai hanya untuk satu tiket bioskop premium atau sekali makan siang di restoran fancy–untuk menjadi pinjaman bagi pembangunan gudang pupuk di Ngawi.

Salam hangat dari beras, wortel, dan buncis di piring makan siangmu,

Alia Noor Anoviar

Show Comments (0)
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *