Oleh : Arman Dhani
The Geo TIMES,02-02-2015 | Filantopi – Hal klise yang kerap menjadi penghalang untuk memulai usaha adalah perkara modal. Selain nyali dan keseriusan, modal memang menjadi salah satu perangkat penting dalam memulai usaha. Shally Pristine, pengajar muda dan aktivis sosial, mengungkapkan, sebenarnya ada potensi yang belum tergali dari modal untuk memulai usaha.
Menurut Shally, akumulasi dana sosial -termasuk sedekah, zakat, derma, donasi, dan hibah- dari semua orang Indonesia senilai Rp 105,4 triliun. Asumsi ini didasarkan pada produk domestik bruto (PDB). Masih menurut Shally, asumsi 1% bukanlah perkiraan berlebihan, mengingat di Amerika Serikat rasionya 1,7% dan Inggris 0,73%. Dari penelitian Charities Aid Foundation, perilaku berdonasi warga Indonesia lebih tinggi dari warga Inggris dan tak jauh beda dari penduduk Amerika Serikat.
Saat ini lebih dari 65 ribu lembaga swadaya masyarakat dan 10 ribu komunitas menggantungkan hidupnya pada donasi dan hibah. jumlah ini belum ditambah 45 yayasan baru yang tumbuh setiap hari. Merekalah yang berebutan “kue” donasi dan hibah dari dana sosial yang potensinya Rp 105 triliun tersebut.
Pertanyaannya kemudian, dari angka tersebut berapa besar yang digunakan untuk menghidupkan dan memandirikan masyarakat Indonesia? Shally menyebutkan sebagian yayasan dan komunitas nonprofit mulai menggeser sumber pembiayaannya jadi berbasis usaha sosial. Misalnya dengan membuka unit bisnis ataupun menarik bayaran dari usaha yang dijalankan. Lalu, mereka memutar pendapatan yang diterima untuk membiayai upaya mencapai niat baik yang sedang diperjuangkan.
Yayasan Hoshizora di Yogyakarta misalnya. Dengan unit bisnis berupa agen perjalanan dan sentra kuliner, lembaga sosial yang menyakurkan beasiswa bagi ribuan siswa kurang mampu ini mulai membuka unit bisnis sejak 2011. Shally lantas mengemukakan ide tentang usaha pemodalan tanpa syarat yang menyulitkan, khusus bagi usaha sosial semacam ini. Pinjaman ini bisa dari satu pihak ataupun keroyokan (crowdlending).
Apakah sebenarnya crowdlending itu?
Publik Indonesia cenderung mengenal crowdfunding sebagai gerakan menggalang dana dari publik yang memberikan bantuan untuk mewujudkan proyek sosial. Crowdfunding di luar negeri populer melalui situs-situs seperti Kickstarter dan Indiegogo. Di Indonesia juga sudah ada beberapa startup yang bergerak di bidang tersebut, yakni KitaBisa, Wujudkan, dan Crowdtivate.
Sayangnya, sistem crowdfunding hanya berlaku satu kali atau “habis pakai”. Artinya, para donatur perlu memberikan dana berulang-ulang untuk proyek berbeda. Karena itu, Jezzie Setiawan dan Nur Roni Dinnurrohman berinisiatif mendirikan layanan peminjaman dana, GandengTangan. Tujuannya agar dana yang didonasikan lebih berkelanjutan dan membantu lebih banyak inisiatif sosial yang berbeda.
GandengTangan merupakan gerakan/platform crowdlending (meminjam dana dari publik) yang ditujukan bagi pemilik usaha sosial yang sedang membutuhkan modal. Berbeda dengan crowdfunding, dalam sistem crowdlending dana yang disumbangkan para donatur akan dikembalikan lagi secara berkala oleh para peminjam. Dengan cara ini, para donatur bisa meminjamkan modal lagi kepada para pemilik usaha lain.
GandengTangan bertujuan mendukung usaha kecil menciptakan perubahan di masyarakat dengan pendanaan yang mandiri. Dibandingkan dengan pinjaman konvensional di bank atau crowdfunding, keunggulan GandengTangan adalah inisiatif membantu wirausaha sosial dengan pinjaman modal berbunga 0%.
Selain itu, mereka juga berupaya memberdayakan karena memberikan modal bergulir, bukan donasi habis pakai. Lalu pinjaman modal yang sudah dikembalikan bisa ditarik atau diputar untuk memodali proyek lain.
Fasilitas bantuan finansial yang mendukung ruang gerak usaha kecil memang tidak sedikit. Meskipun demikian, peraturan dan kebijakannya sering kali mempersulit para pelaku usaha untuk mendapatkan modal. memanfaatkan teknologi, GandengTangan menawarkan alternatif solusi untuk membantu pelaku usaha dan gerakan-gerakan sosial untuk menggalang dana pinjaman tanpa bunga (crowdlending) melalui situs gandengtangan.org.
“Kami hadir untuk mengekpose wirausaha sosial yang bekerja diam-diam membutuhkan akses dan bantuan, namun mereka tidak tahu bagaimana. Harapannya masyarakat tidak sekedar menjadi penonton dari cerita bisnis yang menginspirasi, tapi juga dapat berkontribusi,” kata Co-Founder GandengTangan Jezzie Setiawan pada peluncuran program GandengTangan, beberapa waktu lalu.
Sebelum akhirnya merilis platform-nya, GandengTangan telah melakukan validasi pasar. Menurut Jezzie dalam wawancara yang dikutip DailySocial, dari 150 responden (48% pegawai swasta, 21% pelajar, 9% pengusaha) yang ditanyai perihal peminjaman dana ke wirausaha sosial memberikan hasil sangat valid. Sebanyak 85% menyatakan berminat dan snagat berminat untuk memberikan pinjaman, serta 89% bersedia menggunakan platform GandengTangan sebagai medianya.
Tentu tidak sekedar meminjam. Mereka yang ingin menggunakan layanan GandengTangan perlu mengajukan proposal terlebih dulu. Selain itu, proyek-proyek yang hendak diwujudkan harus berlandaskan sosial, memiliki model bisnis atau alur pemasukan yang jelas, minimal telah berjalan 6 bulan, dan tidak dalam posisi bangkrut.
Setelah proposal diterima, peminjam bis ameluncurkan proyeknya dan melakukan kampanye penggalangan dana dengan lama maksimal 45 hari.
Melalui ilustrasi indah dan mudah dipahami yang dibuat GandengTangan, para donatur dapat memahami alur sederhana bagaimana uang mereka digunakan. Para donatur dapat memahami alur sederhana bagaimana uang mereka digunakan. Para donatur yang berminat memberikan donasi perlu mendaftar terlebih dahulu. setelah itu harus memasukkan deposit dengan angka minimal Rp 50.000. Dana yang telah didonasikan akan dikembalikan secara otomatis ke deposit donatur untuk nantinya disumbangkan ke inisatif sosial lain atau dicairkan (withdraw).
GandengTangan menambahkan sedikit sistem gamification. Nantinya para donatur mendapatkan reward dari setiap donasi yang diberikan. Hal ini tentu tak menjadi alasan yang kuat untuk memberikan donasi, apalagi bagi pengguna yang kurang memiliki jiwa sosial. Melalui crowdlending para pemilik usaha tak akan dikenai bunga pinjaman sama sekali. Lebih dari itu, uang pinjaman yang dikembalikan akan digunakan untuk memutar usaha lain dan memulai proyek baru.
Bagaimana jika peminjam tidak mengembalikan pinjamannya? Untuk mengatasi kemungkinan itu, para peminjam wajib menyetujui permohonan auto-debit untuk pembayaran angsuran pinjaman. Ini untuk memastikan proyek benar-benar berjalan dan pemilik usaha sosial sanggup mengembalikan dana yang didapat. Apabila tidak sanggup membayar angsuran, jalan terakhir yang akan ditempuh adalah melikuidasi semua aset yang dibeli dengan pinjaman tersebut.