Berkenalan dengan Didin, Anak Muda di Balik Project Timba
Saat GandengTangan hubungi melalui telepon, suara laki-laki di seberang terdengar ramah. Suaranya memang kadang terputus karena jarak sambungan yang lumayan jauh, ia sedang berada di Banjarnegara, Jawa Tengah. Kendala teknis telepon tersebut tidak menyurutkan semangatnya menjelaskan kegiatan yang sedang dan pernah ia lakukan. “Didin aja,” katanya menjelaskan panggilan yang cocok untuknya.
Dalam sambungan telepon tersebut, Awaludin Aryanto alias Didin banyak menceritakan perjalanannya membangun Timba, sebuah inisiatif yang berfokus pada pembuatan produk mainan tradisional anak. Pemuda yang pernah menjadi Pengajar Muda dalam Gerakan Indonesia Mengajar ini pun dengan antusias menceritakan alasannya membuat Timba.
“Dari kecil saya terbiasa dengan desain dan seni,” ujar Didin memulai obrolan.
Ia kemudian bernostalgia menceritakan masa kecilnya di Banjarnegara. Saat itu orangtuanya memiliki alat-alat pertukangan sederhana. Ayahnya kerap menghasilkan beragam kerajinan sederhana berbasis kayu atau bambu seperti membuat kandang ayam. “Dulu keluarga Bude juga suka lukisan, suka belajar gambar dengan mereka,” ungkap Didin. Pengalaman masa kecil itu membuat pria lulusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta ini mulai menaruh hati pada kerja-kerja desain dan pertukangan.
Mimpinya mengembangkan desain dan pertukangan terus ia pupuk sampai besar. Ia pun mulai menyadari ada masalah besar dalam dunia desain negeri ini.
“Ada gap besar antara pengrajin lokal dengan anak-anak muda kreatif,” jelasnya.
Menurut Didin banyak pengrajin lokal yang punya kualitas tinggi namun terpisah dengan beragam pengetahuan terkini. Hal itu karena minimnya akses pengetahuan dan informasi bagi pengrajin lokal. Di sisi lain banyak anak-anak muda mumpuni dalam desain, namun tanpa dukungan kerja pertukangan yang apik.
“Saya mau membangun jembatan antara pengrajin lokal dengan desainer muda kreatif,” ujar Didin.
Ia ingin mendorong agar pengrajin lokal lebih percaya diri dalam berbagi pengetahuan dengan anak-anak muda. Para desainer muda juga ia dorong berbagi pengetahuan terkini dengan para pengrajin. Menurut Didin jika keduanya bisa berinteraksi secara intens maka akan terjadi transfer pengetahuan untuk kemajuan dunia desain. Tak tanggung-tanggung semangatnya membangun jembatan antara pengrajin dan desainer membawanya ke level internasional.
“Melalui InnovAsean di Singapura saya mulai mengenalkan Timba dan upaya membangun jembatan pengrajin dan desainer.”
Pada Juni 2015 lalu Didin menjelaskan Timba pada Innovasean di Singapura. Acara ini mempertemukan desainer-desainer muda berbagai negara untuk saling berkolaborasi. Timba sendiri mendapat tanggapan positif dari para pegiat start-up yang hadir di sana. Salah satu contohnya kini Didin sedang membangun komunikasi dengan Ilham Habibie, seorang pegiat Culture Arts & Technology Empowerment Community (CATEC) Asia.
Melalui InnovAsean pula pemuda yang suka dengan kegiatan kerelawanan ini semakin yakin dengan konsepnya mendorong grass root engineer. “Saya mengistilahkan pengrajin sebagai grass root engineer, menurut pengamatan saya kita bisa memulai konsep ini melalui produk-produk yang bisa kita aplikasikan dalam keseharian. Bukan yang jenisnya seni murni,” papar Didin.
Timba adalah salah satu contoh kolaborasi itu. Ke depan ia bahkan punya mimpi untuk bergerak lebih jauh. Ia ingin agar pengrajin bisa percaya diri dan mengajari anak-anak muda kreatif tentang produk yang mereka hasilkan.
“Creative Lab untuk para pengrajin sedang saya siapkan di Banjarnegara. Nantinya pengrajin-pengrajin bisa berbagi pengetahuan di sana,” tegasnya.
Menurut Didin, setiap pengrajin seperti pengrajin jamu, kayu, batik, dan banyak lagi perlu berbagi pengetahuan dengan masyarakat melalui sebuah creative lab. Melalui creative lab yang sedang ia siapkan di Banjarnegara anak-anak muda bisa langsung belajar dari para pengrajin tersebut. Timba sendiri rencananya akan mulai membuka creative lab-nya pada Bulan September tahun ini di Yogyakarta.
Semangat Didin dalam mendorong kemajuan pengrajin lokal melalui Timba membuat obrolan di telepon terasa begitu cepat. Tak terasa hampir satu jam kami mengobrol. Setelah menyudahi telepon, kami menyadari bahwa cita-cita Didin tak akan mungkin terwujud tanpa kolaborasi dari banyak pihak. Adalah tugas masing-masing kita bergandengan tangan mewujudkan cita-citanya
[…] penulis, pesan itu hanya berisi satu kata, “Terdanai!”. Penulis melihat nama pengirim pesan, Awaludin Aryanto alias Didin, inisiator proyek Timba di GandengTangan. Seperti bunyi pesannya, kegembiraan Didin tentu muncul […]