Indonesia sebenarnya telah mengenal sistem pembiayaan syariah sejak tahun 1970an. Sejak itu, industri keuangan berdasarkan syariah berkembang pesat hingga muncul lembaga keuangan lainnya seperti asuransi sampai pegadaian syariah. Keberadaan sistem ekonomi berdasarkan hukum Islam ini didorong oleh tingginya minat masyarakat Islam yang ingin menghindari riba.

Tidak heran jika saat ini, hampir semua transaksi keuangan dalam dua versi, yaitu konvensional dan syariah. Termasuk soal pembiayaan. Dalam hukum Islam, pembiayaan dikenal dengan istilah mudharabah. Istilah ini diambil dari kata dharb dalam Bahasa Arab yang memiliki arti bergeraknya sesuatu ke sesuatu yang lain.

Mudharabah berarti bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak berupa pemberian investasi dari shahibul maal (pemilik modal) kepada mudharib (pengelola) dengan perjanjian tertentu. Bentuk kerja sama ini merupakan paduan dari 100% modal pemilik modal dan keahlian pengelola.

Secara garis besar, prinsip pembiayaan syariah mirip dengan utang piutang dalam perbankan konvensional.

Landasan Hukum Investasi Syariah

Karena sistem ini berbasis hukum Islam, maka landasan hukumnya adalah Alquran dan Hadis, yaitu dari Surat Al Jumuah ayat 10,

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”

dan Hadis shahih,

“Dari Shalih bin Shuhaib r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di dalamnya terdapat keberkatan : jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.”” (HR Ibnu Majah no. 2280, kitab at-Tijarah)

Ketentuan Investasi Syariah

Dalam investasi aman berbasis sistem pembiayaan syariah memang tidak dikenal bunga tetapi prinsip bagi hasil dan berbagi risiko. Berbeda dengan bunga, sistem ini dirancang untuk memberi kenyamanan dan keuntungan pada dua belah pihak. Kerugiannya pun ditanggung bersama sehingga baik pemilik modal dan pengelolala sama-sama ikhlas.

Berdasarkan prinsip tersebut terangkum beberapa ketentuan dasar pembiayaan berdasarkan hukum Islam, yaitu:

  • Keuntungan yang dihasilkan oleh modal dibagi berdasarkan kesepakatan antara pemilik modal dan pengelola.
  • Kerugian finansial yang ditimbulkan akan sama-sama memberi dampak bagi kedua pihak yang bekerja sama. Pemilik modal akan kehilangan modalnya sedangkan pengelola tidak akan memeroleh imbalan atas sumbangsih keahlian dan usaha yang dilakukan.

Sistem pembiayaan syariah sendiri melibatkan beberapa ketentuan, yaitu:

  • Pembiayaan disalurkan oleh lembaga keuangan syariah dengan tujuan produktivitas.
  • Pada pembiayaan syariah, pemilik modal membiayai 100% kebutuhan sebuah usaha yang dikelola oleh nasabah (pengelola).
  • Jangka waktu pinjaman, tata cara pengembalian modal, hingga sistem bagi hasilnya ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama.
  • Pengelola diperkenankan melakukan berbagai macam usaha sebagai upaya pemanfaatkan modal yang diberikan sebagai tanpa intervensi pemilik modal selama usaha tersebut tidak bertentangan dengan hukum Islam. Lembaga keuangan selaku pemilik modal hanya berhak membina dan mengawasi saja.
  • Jumlah dana yang diberikan sebagai investasi harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai, bukan piutang.
  • Lembaga keuangan syariah sebagai pemilik modal menanggung semua kerugian kecuali pengelola melakukan kesalahan yang disengaja atau menyalahi perjanjian.
  • Kriteria terkait siapa yang memiliki kesempatan untuk menjadi pengelola, bagaimana prosedur pembiayaan, dan mekanisme bagi hasil diatur oleh lembaga keuangan syariah yang terkait tapi tidak mengabaikan ketentuan dari Dewan Syariah di lembaga masing-masing.
  • Biaya administrasi dan operasional ditanggung pengelola.

Jika pemilik modal, dalam hal ini lembaga keuangan syariah, melakukan pelanggaran, maka pengelola berhak mendapat ganti rugi sesuai dengan biaya yang telah dikeluarkan.

Rukun dan Syarat Pembiayaan Syariah

Sebagaimana aturan pembiayaan konvensional, mudharabahatau pembiayaan berbasis syariah memiliki rukun dan syarat pembiayaan khusus, yaitu:

  • Penyedia dana dan pengelola harus sama-sama memiliki pengetahuan tentang hukum syariah yang memadai
  • Pernyataan serah terima (ijab qabul) harus dinyatakan oleh para pihak untuk menunjukkan maksud mereka secara eksplisit. Jika kesepakatan lain, hal tersebut harus dilakukan pada saat perjanjian terjadi dan dituangkan secara tertulis.
  • Jumlah dan jenis modal harus jelas, tidak berbentuk piutang, dan bisa dibayarkan secara bertahap ataupun tidak kepada pengelola. Jika berbentuk aset, nilai aset tersebut wajib ditentukan saat akad.
  • Besar keuntungan didapat dari jumlah kelebihan modal selama jangka waktu tertentu.
  • Kegiatan usaha yang dilakukan pengelola tidak boleh diatur pemilik modal dan tidak menyalahi hukum Islam.

Pembiayaan Syariah bersama GandengTangan

Saat ini ada banyak sekali lembaga pembiayaan yang melayani pembiayaan syariah, salah satunya GandengTangan. Melalui perusahaan fintech ini pemilik usaha mikro bisa mendapatkan modal dengan sistem bagi hasil dari para pendana yang berasal dari masyarakat biasa.

GandengTangan adalah platform tepat bagi Anda yang ingin berinvestasi aman dengan modal kecil. Didampingi oleh GT Trust yang terdiri dari para ahli serta profesional, investasi yang kita lakukan terjamin keuntungannya. Karena selama bertahun-tahun, GandengTangan terbukti mampu memberi imbal hasil hingga 15,6 per tahunnya.

Meskipun mungkin keuntungan yang didapat tidak sebesar pembiayaan konvensional, tetapi investasi berbasis syariah ini sangat aman dan menguntungkan bagi kedua belah pihak. Tertarik untuk mencoba investasi aman dengan pembiayaan syariah bersama GandengTangan?

Show Comments (1)
1 Comment
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *