Siapa sih, yang tidak pernah bokek? Dompet menipis sampai harus makan mie instan setiap hari sampai tanggal gajian; untuk bepergian harus nebeng teman; atau bahkan sesekali harus berhutang ke teman atau atasan. Tapi, semua itu bukanlah indikator dari kemiskinan. Mungkin kamu merasa hidupmu sangat sulit ketika tidak memiliki uang, tapi setidaknya kamu memiliki pekerjaan atau latar belakang pendidikan yang mumpuni. Selain itu, barangkali kamu hanya membutuhkan manajemen keuangan yang lebih baik agar tidak selalu bokek.
Kemiskinan jauh lebih luas daripada sekadar tidak memiliki uang. Pada dasarnya, kemiskinan adalah tidak adanya kemampuan untuk mencapai kehidupan yang layak. Lebih dari itu, orang yang disebut miskin tidak memiliki harapan akan perubahan hidup. Sebagai gambaran, misalnya saja kamu yang mahasiswa rantau. Tapi, kamu masih mempunyai impian dan berada pada ‘kendaraan’ yang tepat untuk mewujudkannya. Sementara, ada orang-orang yang bahkan tidak mengenal bangku sekolah karena tidak punya uang untuk membayar biaya pendidikan, membeli buku dan seragam, dan sebagainya. Mereka tergolong miskin karena tidak memiliki fasilitas untuk menciptakan perubahan kehidupan.
Selain itu, ada empat faktor utama yang menyebabkan kemiskinan agaknya semakin merajalela, yaitu:
1. Kebodohan (Ignorance)
“Bodoh” disini bukan bermakna secara harfiah dimana, kalau misal mereka bersekolah, mereka akan mendapat nilai jelek. Bukan begitu. Tapi lebih kepada tidak adanya akses kepada pendidikan yang mereka butuhkan untuk kehidupan mereka. Misalnya, para nelayan mungkin tidak begitu memerlukan pelajaran fisika; tetapi pengetahuan akan varian hasil laut bisa mendukung mereka dalam mengoptimalkan pekerjaan. Pelangi Viridis yang berlokasi di Banten memahami hal ini, dan memposisikan diri sebagai jembatan bagi kebutuhan nelayan dalam meningkatkan pengetahuan mereka akan kelautan.
2. Penyakit (Disease)
Di berbagai daerah yang belum mengenal pengobatan moderen, orang miskin sering terjebak pada mitos-mitos tentang penyakit yang akhirnya menyebabkan kematian. Mereka yang belum mengenal aktivitas menjaga kesehatan juga biasanya memiliki produktivitas yang rendah. Keterbatasan kondisi tubuh mereka membuat mereka tidak mampu bekerja secara maksimal sehingga kurang sejahtera. Kamu sendiri pasti akan lebih fokus bekerja ketika sehat, kan?
Permasalahan ini juga meliputi akses air bersih, sanitasi, dan pengetahuan akan pencegahan penyakit. Makanya, Komodo Water membawa solusi untuk peningkatan kesehatan di daerah Nusa Tenggara Timur, melalui penyediaan akses air bersih dengan harga yang lebih terjangkau.
3. Ketidakacuhan (Apathy)
Banyaknya permasalahan hidup yang berlatar belakang finansial kadang membuat orang miskin kurang memiliki optimisme. Bagaimana mereka bisa optimis kalau tidak mengetahui bahwa sebenarnya ada lho, solusi untuk keluar dari kemiskinan. Alhasil, dengan ‘ketidakpedulian’ mereka pada diri sendiri dan keluarga, mereka ‘memilih’ untuk menyerah. Komunitas Agus Lele Booster melakukan pemberdayaan warga desa di Banyuwangi, terutama untuk usia produktif. Mereka biasanya hanya berpikir untuk mencari pekerjaan di kota, dan karena latar belakang pendidikan, tentu saja mereka ‘berakhir’ pada pekerjaan serabutan. Sementara, sebenarnya banyak sekali potensi lokal yang bisa dikembangkan di desa mereka. Oleh karena itu, komunitas ini mengajak para pemuda untuk pulang ke desa dan memanfaatkan apa yang ada agar dapat menciptakan kehidupan yang lebih baik.
4. Ketidakjujuran (Dishonesty)
Secara garis besar, hal inilah yang menjadi penyebab utama kemiskinan di Indonesia sulit untuk dihilangkan. Selama pejabat pemerintahan – dari tingkat yang terendah hingga tingkat pusat – hanya berpikir untuk memperkaya dirinya sendiri, maka akan selalu ada orang miskin. Yang menyedihkan, penyebab kemiskinan satu ini tidak hanya menitikberatkan pada nominal angka yang dikorupsi. Sementara seorang pejabat mungkin mencuri 100 juta rupiah dari anggaran pendidikan, sebenarnya ia sedang mengambil 400 juta rupiah, atau lebih banyak lagi. Kok bisa begitu? Seharusnya 100 juta itu bisa memperbaiki kehidupan 100 pelajar misalnya, dan ke-100 pelajar itu bisa mengembalikan manfaat itu kepada lingkungan sekitarnya. Hilangnya 100 juta tersebut memberikan dampak yang mendalam dan meluas pada kemiskinan masyarakat.
5. Ketergantungan (Dependency)
Ini nih, salah satu hal terpenting yang harus kamu tahu: fakta di lapangan menyebutkan bahwa santunan belum tentu sepenuhnya menyelesaikan masalah kemiskinan! Ketika orang miskin ‘terbiasa’ diberi donasi, akan sulit bagi mereka mandiri secara finansial. Mental mereka adalah mental ‘menerima’, sedangkan solusi bagi kemiskinan adalah pekerjaan dan pendidikan.
Donasi tetaplah penting pada situasi kritis, misalnya bencana alam. Tapi kalau kita ingin menghapuskan kemiskinan, kita harus memberikan mereka suatu ‘pekerjaan rumah’ yang membuat mereka termotivasi untuk berpikir, belajar, dan berjuang. Sebagai contoh, Ternak Kambing Gibas di Lumajang memotivasi para warga, yang dulunya pengangguran, untuk beternak kambing. ‘Donasi’ diberikan dalam bentuk bibit kambing; sehingga penerimanya akan tergerak untuk menjaga, mempelajari, dan mengembangbiakkan kambing. Dengan demikian, mereka tidak perlu tergantung pada pekerjaan lain yang tidak menentu hasilnya.
Jadi, cara paling tepat untuk mengentaskan kemiskinan adalah memberi mereka kesempatan untuk lebih sehat, lebih mandiri, lebih berdaya, dan lebih berpengetahuan. Kabar baiknya, kamu bisa ikut menghapuskan kemiskinan di bumi Indonesia melalui proyek yang ada di GandengTangan.