“Kalau kamu perhatikan orang berbisnis, semuanya pergi ke utara. Kamu harus berani cari jalan yang lain. Pergilah ke selatan, barat, atau timur. Kalau kamu ikut (pergi ke utara), rezeki akan terbagi. Sedangkan kalau kamu berani beda, keuntungan yang lebih besar bisa jadi milikmu.”
Pesan dari seorang guru di masa silam tersebut sangat membekas di hati Pak Ahmad Kholilurrohman, pendiri Bank Sampah Sejahtera yang berlokasi di Desa Sukodono, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara. Beliau pernah mencoba berbagai bisnis yaitu pembuatan keripik pisang, jual kredit pakaian, cathering dan pembuatan ingkung ayam. Tapi semuanya belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.
Setelah sempat vakum berwirausaha sekitar dua tahun, Pak Ahmad menemukan sistem bank sampah saat browsing di Internet. Beliau juga terinspirasi oleh dr. Gamal Albinsaid yang mempraktikkan sistem berobat dan membayar dengan sampah. Namun, hal ini tidak mudah di awal. Selain karena keterbatasan modal, beliau khawatir jika ditertawakan orang.
Pada kenyataannya, beliau memang sempat ‘dicemooh’. ‘Katanya orang, ngapain sudah punya pekerjaan yang baik, kok malah ngurusin sampah?’, kenang Pak Ahmad. Namun begitu, beliau tetap teguh menjalankan bank sampah ini. Keinginan berwirausaha tersebut salah satunya juga berdasarkan pekerjaan utamanya sebagai pengajar Kewirausahaan di sekolah menengah kejuruan. Selain memang memiliki jiwa wirausahawan, tetapi juga hendak memberikan contoh bagi anak didiknya.
Bank Sampah Sejahtera yang beliau kelola saat ini sudah beroperasi selama tiga tahun. Awalnya beliau hanya mencari ide bisnis yang unik dan tidak biasa. Berdomisili di Jepara, sebenarnya mudah bagi beliau untuk berbisnis furniture. Tapi kalau semua orang melakukannya, buat apa? Yang ada bisnis tersebut akan kurang memberikan nilai bagi masyarakat sekitar. Sementara ide bank sampah dianggap mampu untuk menyelesaikan permasalahan sosial.
Sebagai contoh, kebanyakan pengepul sampah hanya mencari barang-barang tertentu, dan tidak semua warga punya akses ke pengepul. Sehingga sampah yang tidak dianggap berharga oleh pengepul jadi menumpuk. Pak Ahmad berusaha mencari orang-orang yang membutuhkan sampah untuk diolah kembali. Hingga akhirnya, salah satu sampah yang menimbulkan keresahan masyarakat, yaitu sampah beling, berhasil diatasi oleh Bank Sampah Sejahtera. Dengan meminimalisasi sampah di desa-desa, kesehatan dan produktivitas masyarakat diharapkan akan meningkat.
Disamping itu, Bank Sampah Sejahtera juga menjalankan proses edukasi tabungan. Ketika warga memberikan sampahnya, ia akan menerima sejumlah uang. Pak Ahmad sering memotivasi mereka untuk menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Hal ini disebabkan, kadang jumlah uang tersebut tidak seberapa jika diterima setiap saat, misalnya Rp. 5.000-10.000. Tapi jika dikumpulkan selama beberapa bulan, uang tersebut tentu akan lebih bermanfaat nantinya. Ada tiga jenis tabungan yang diberlakukan oleh Bank Sampah Sejahtera, yaitu Tabungan Hari Raya (Tahara), Tabungan Sekolah (Tako), dan Tabungan Reguler (Tagu). Meski tidak semua nasabah tergerak untuk menabung, tapi ada juga nasabah yang sudah mengumpulkan beberapa juta melalui ‘tabungan’ sampahnya. Oleh karena itu, untuk mempermudah edukasi menabung ini, Bank Sampah Sejahtera membuat proses pengumpulan sampahnya melalui kelompok.
Saat ini, Bank Sampah Sejahtera membutuhkan mesin giling pencacah plastik untuk meningkatkan operasionalnya. Dengan mesin ini, ‘bahan baku’ sampah yang telah dikumpulkan dari masyarakat dapat diolah menjadi ‘barang’ yang lebih tinggi nilainya. Masyarakat pun bisa mendapatkan harga yang lebih baik, dan tabungan yang bertambah. Kalau kamu merasa tergugah oleh usaha Pak Ahmad, kamu bisa mendanai proposal Bank Sampah Sejahtera di sini.