Sejak saya SD hingga SMP, saya berangkat dan pulang sekolah dengan mobil antar jemput. Waktu SMA, tidak ada lagi yang namanya mobil antar jemput – jadi saya nebeng dengan seorang teman karena rumah kami berdekatan. Setiap akhir bulan, saya akan membayarkan sejumlah uang untuk membantunya membeli bensin.

Kedengaran familiar bagimu? Atau, kamu juga melakukannya saat masih sekolah dulu? Atau, bahkan sampai sekarang ketika kamu sudah bekerja?

Bapak Rhenald Kasali, pengamat Ekonomi dan Guru Besar Universitas Indonesia, dalam sebuah blog post di website pribadi-nya minggu lalu, menyebut apa yang kita lakukan sebagai sharing economy. Intinya, ada sebuah pengeluaran, yang dibebankan kepada lebih banyak orang – sehingga tentu saja meringankan beban si pemilik sumber daya. Sebaliknya, orang lain juga bisa mendapatkan apa yang ia mau dengan harga yang lebih terjangkau.

Saat ini, dengan perkembangan teknologi, kerjasama seperti saya dan teman saya saat SMA itu difasilitasi oleh aplikasi berbasis online, yang membuat kita memiliki lebih banyak pilihan. Saya membayangkan, kalau saja dulu waktu SMA sudah ada aplikasi ini, mungkin saja saya bisa nebeng dengan anak kelas sebelah yang ganteng – bukan teman saya yang cewek, hehe.

Tapi sayangnya, tidak semua orang berpikir seperti kita. Ada orang-orang yang menganggap teknologi adalah musuh, bahkan penghambat untuk bisnisnya sendiri. Mengapa demikian?

Perusahaan seperti ini, belum bisa melihat peluang bahwa sharing economy bisa membantu mereka berkembang jauh lebih pesat daripada menggunakan cara konvensional. Padahal, menurut Bapak Rhenald Kasali, dalam menghadapi perubahan, perusahaan sebaiknya berdamai – atau mencari cara untuk bisa ‘memanfaatkan’ perubahan tersebut untuk keuntungan ekonomi.

Sama halnya dengan konsep crowdlending. Mungkin konsep ini masih terdengar asing di telingamu. Crowdlending merupakan perwujudan konsep ‘keroyokan’ dalam membiayai usaha. Gampangnnya begini, kamu punya bisnis, lalu kamu mengumpulkan teman-temanmu yang ingin menjadi investor untuk bisnismu. Tapi, dengan kekuatan teknologi, crowdlending dapat menjangkau publik yang lebih luas. Sehingga, kemungkinan bisnismu diketahui – dan ditemukan oleh investor potensial, menjadi lebih besar lagi.

Sebagai contoh nyata dari crowdlending, dalam artikelnya, Bapak Rhenald Kasali menyebut nama Gandeng Tangan.

Di Indonesia, bisnis ala lending club sudah ada. Anda bisa cek website-nya di www.gandengtangan.org. Memang untuk sementara bisnis yang didanai masih untuk usaha skala UMKM dan social enterprise. Tapi, siapa tahu ke depannya bakal melebar ke mana-mana.

GandengTangan memahami bahwa saat ini hampir tidak ada lagi batasan antara kehidupan di dunia nyata dan maya bagi generasi milenial. Tidak hanya menunjukkan eksistensi lewat media sosial; atau memenuhi kebutuhan melalui online shopping; anak muda juga mencari cara untuk tetap menunjukkan kepedulian sosialnya. Salah satunya dengan cara memodali bisnis berbasis kewirausahaan sosial.

Dengan fokus pada kewirausahaan sosial, GandengTangan bermaksud membantu mewujudkan peningkatan ekonomi di berbagai daerah di Indonesia. Penggunaan platform online merupakan bentuk komitmen GandengTangan dalam memanfaatkan inovasi teknologi untuk merengkuh netizen, dimanapun mereka berada. Dengan demikian, kemungkinan setiap project mendapatkan dukungan dan dana yang dibutuhkan, jadi lebih besar pula.

Bagi para pemberi pinjaman, mereka tinggal ‘menitipkan’ dananya ke GandengTangan – dan mereka dapat memilih sendiri project yang sesuai dengan preferensi mereka. Sementara bagi peminjam, mereka tinggal melengkapi aplikasi, menunggu proses kurasi dan seleksi, kemudian bisa mempromosikan project mereka.

Proses pembiayaan usaha menjadi begitu mudah lewat GandengTangan. Misi menciptakan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang merata di seluruh daerah menjadi lebih optimal untuk dilakukan dengan bantuan teknologi. Ini menjadi salah satu bukti bahwa teknologi tidak perlu dibenci atau dihindari, tapi perlu dimaksimalkan untuk hal yang positif.

Jadi, apa project yang akan kamu dukung hari ini?

Show Comments (0)
Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *