“Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” – Soekarno
Kita pasti mendengar kutipan di atas setiap hari Sumpah Pemuda. Presiden pertama Indonesia tersebut tidak main-main ketika mengatakannya. Beliau sadar bahwa kemerdekaan dapat diraih karena pemuda/pemudi berjuang dengan sekuat tenaga. Saat itu, mereka bahkan belum punya akses Internet tapi mampu merebut kemerdekaan bersama.
Bagaimana dengan kita saat ini? Apa hal mendesak yang perlu kita perjuangkan? Sekolah/kuliah, karir, kebahagiaan keluarga? Hal-hal ini memang penting, tapi jangan lupa bahwa keberadaan kita di dunia ini harus bisa memberikan kontribusi bagi lingkungan sekitar.
Pada masa perjuangan kemerdekaan, pemuda/pemudi sama-sama melihat penjajah sebagai musuh. Saat itu, semua orang merasakan dampak dari penjajahan yang benar-benar menyiksa. Meski berjuang dengan caranya masing-masing, sebelum akhirnya membuat gerakan-gerakan nasional/terpusat, mereka berhasil mengusir penjajah dari Indonesia.
Sementara sekarang, kita mungkin belum melihat kemiskinan sebagai musuh yang benar-benar harus diberantas. Kesenjangan yang tinggi diantara kita yang tinggal di kota dan saudara kita di pelosok bagaikan langit dan bumi. Kita sudah bisa melakukan video call dengan teman di belahan dunia lain, sedangkan mereka harus puas dengan listrik yang hanya menyala beberapa jam sehari. Kita memiliki ragam pilihan universitas atau sekolah tinggi yang mudah diakses, sedangkan mereka – kadang bahkan harus berjalan berpuluh kilometer untuk mendapatkan pendidikan di Sekolah Menengah! Kalau hal ini terus dibiarkan, sila ke-5 Pancasila yaitu “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” tidak akan pernah tercapai.
Hal ini diperparah dengan urbanisasi, ketika pemuda meninggalkan desa mereka dan berpikir ada peluang yang lebih baik di kota. Padahal, dengan latar belakang pendidikan yang tidak seberapa, mereka kemudian hanya menjadi pengangguran atau pekerja serabutan. Pemukiman kumuh semakin merajalela, dan kalau tidak kuat iman, mereka ‘banting setir’ menjadi kriminal hanya untuk menyambung hidup.
Para wirausahawan sosial memahami bahwa ekonomi menjadi faktor penentu dari keberhasilan perubahan sosial. Agus Lele Booster telah sejak lama membuat Gerakan Pulang ke Desa. Oleh karena para pemuda kurang memiliki keterampilan, mereka dimotivasi untuk bertahan di desa dan mencari apa yang bisa mereka manfaatkan dari potensi lokal. Para pemuda dibimbing untuk menjadi wirausaha dan mengembangkan potensi desanya. Salah satu yang dipilih, budidaya lele, merupakan ‘keterampilan’ yang mudah untuk dipelajari dan modalnya masih terjangkau. Agus Lele Booster juga membantu dalam hal distribusi, karena setelah mereka menghasilkan produk lele, mereka harus dapat mengakses pasar untuk bisa mendapatkan profit. (Baca Juga: [Artikel tentang Banyuwangi Mall)
Celebes Mushroom Farm juga melakukan hal yang serupa.
“Melihat sepinya kampung halaman yang ditinggal penduduknya merantau, memicu saya untuk merintis suatu usaha” ujar Bu Mardiana, pendiri Celebes Mushroom Farm.
Budidaya jamur dipilih karena masyarakat Sulawesi Selatan belum banyak yang mengenal kuliner jamur. Sebagai pionir, mereka akan menjadi distributor utama bagi pengusaha kuliner yang mencoba mengembangkan produk berbahan dasar jamur. Celebes Mushroom Farm bekerjasama dengan masyarakat sekitar lokasi usaha. Caranya, mereka diberi bibit jamur dan diajarkan untuk menumbuhkan jamur di rumah masing-masing. Harapannya, masyarakat tergugah untuk memanfaatkan budidaya jamur sebagai penghasilan tambahan. Dengan demikian, mereka tidak perlu pergi ke kota besar hanya untuk mencari pekerjaan yang hasilnya belum menentu.
Kembali lagi ke kamu. Kalau memang kamu sudah ‘terikat’ dengan studi atau pekerjaan di kota, kamu tetap bisa membantu menanggulangi kemiskinan di desa. Para wirausahawan sosial masih banyak yang membutuhkan tambahan modal untuk operasional, meningkatkan produktivitas, atau memperluas jalur distribusi. Kamu pun tidak perlu pusing mencari wirausahawan sosial yang perlu dibantu. Melalui proses verifikasi dan evaluasi terhadap manfaat yang dapat diberikan, Gandeng Tangan sudah memilihkan project yang dapat kamu dukung di sini.
Saya seorang sarjana dan ibu rumah tangga dgn 3 orng anak..bar saja di phk oleh perusahaan tempat saya bekerja dan akhirnya saya pulang kampung karna ke dua orang tua juga sudah sakit2an dan semakin tua.
saya rencana usaha roti untuk dijual di kantin2 sekolah atau di warung2.saya rencana meminjam uang dari bank bri tapi saya ingat kalau saya masih punya utang tunggakan dari bank lain dan tentu saja ini menjadi kendala di BI cheking..
melalui akun facebook ibu mardiana made ali..saya melihat gandengtangan ini..dan barangkali bisa membantu saya yang dalam kesulitan modal..
besar harapan saya untuk menggiatkan ibu2 di sekitar rumah atau kampung saya dengan usaha yang ingin saya rintis..dan besar harapan saya juga untuk bisa bekerjasama dengan gandengtangan.