Ketika mendengar kata ‘wirausaha sosial’, mungkin konsep ini masih abstrak terdengar di telinga kita. Namun sebenarnya, ada banyak wirausaha sosial yang tumbuh di Indonesia. Sebagian di antaranya bahkan sudah mendapat pengakuan di mata internasional. Pencapaian mereka bikin kita ikut bangga, karena solusi karya anak bangsa terbukti efektif mengatasi permasalahan sosial di negeri sendiri.
Berikut ini GandengTangan punya cerita tiga wirausaha sosial Indonesia yang sudah mendunia. Bisa jadi kamu sudah dengar sebagian di antaranya, jadi semoga setelah baca ini nggak bingung lagi deh sama definisi wirausaha sosial dan contohnya. 😀
Pembangkit Listrik Mikro dari IBEKA
Di Indonesia, listrik yang menyala 24 jam sehari bisa dibilang adalah kemewahan milik kita yang tinggal di kota besar di Jawa saja. Secara nasional, masih ada 16% wilayah di Indonesia yang masih belum kebagian jatah listrik sampai tahun ini. Perbedaan itu bakal makin kelihatan kalau dilihat di Indonesia bagian timur. Di Nusa Tenggara Timur, baru 43% yang kebagian dan di Papua baru 59%.
Proses pemerataan akses listrik memang nggak seperti komoditas lain macam beras atau bensin, dua barang ini bisa disimpan dalam karung atau drum terus diangkut pakai kapal sampai Sorong atau Kupang. Solusinya hanyalah bikin pembangkit listrik di sudut-sudut Indonesia yang belum terjangkau itu. Sayangnya, selalu terbentur kendala biaya yang besar kalau pemerintah mau bikin pembangkit listrik di tempat-tempat terjauh.
Melihat kondisi ini, Tri Mumpuni dan Iskandar Kuntoadji dari Inkubasi Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan (IBEKA) punya solusi membuat pembangkit listrik skala mikro di desa terpencil yang sumber tenaganya dari sumber air setempat. Mereka mengajak masyarakat untuk ikut terlibat membangun dan mengelola pembangkit listrik mikro di desa masing-masing. Mereka nggak dapat listrik gratis, tetapi mereka harus membayar ke koperasi bentukan mereka sendiri. Masyarakat memakai uang yang terkumpul untuk pemeliharaan pembangkit listrik dan kegiatan desa. Kerennya lagi, masyarakat jadi aktif menjaga hutan karena ingin sumber tenaga listrik mereka tetap lestari.
Hingga saat ini, IBEKA sudah bekerja membangun pembangkit listrik mikro bersama komunitas di lebih dari 60 desa di Indonesia. Pencapaian ini membuat Tri Mumpuni dianugerahi sejumlah penghargaan seperti Climate Hero 2005 dari World Wildlife Fund for Nature dan Magsaysay Award tahun 2011. Presiden AS Barack Obama, dalam pidatonya di Presidential Summit on Entrepreneurship 2011, secara khusus mengapresiasi pencapaian Tri Mumpuni sebagai wirausahawan sosial yang menginspirasi.
Pangan Alami Nusantara dari Javara
Di balik kekayaan kuliner Indonesia yang beragam jenisnya, ada seni mengolah bahan pangan bernilai luhur. Ini yang ingin dilestarikan oleh Helianti Hilman di bawah bendera wirausaha sosial yang dia beri nama Javara. Helianti berkeliling ke penjuru tanah air untuk menimba kearifan dari para petani dan pengrajin lokal dalam menghasilkan produk pangan berkualitas tinggi.
Menurut Helianti, kelebihan produk Javara terletak di pembuatannya yang dilakukan setulus hati. Mereka memperhatikan siklus cuaca dan menyesuaikannya dengan daur tanam. Helianti percaya ini salah satu ikhtiar kompromi dengan alam yang sudah semakin terganggu ulah manusia. Ketika kebijakan ini membuat produk tertentu hanya tersedia musiman, dia terus menjelaskan dengan sabar kepada para konsumen mengenai latar belakang kondisi tersebut.
Karena nggak sedikit biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan produk bermutu tinggi dan alami, Javara memilih untuk menyasar konsumen kelas premium. Selain juga mengisi rak-rak makanan di supermarket segmen A, produk Javara diterima hangat di pasar internasional dan sering diundang berpameran ke luar negeri. Saat mengisi Salone del Gusto Food Exhibition di Torino, Italia, produk garam murni dari Bali ludes dalam waktu singkat.
Javara terus berkomitmen mengembangkan produksi pangan berbasis komunitas dengan menjaring pengrajin makanan dari seluruh Indonesia. Salah satu peminjam di GandengTangan yaitu Agradaya termasuk komunitas pengrajin makanan yang memasok produk berupa emping ke Javara. Berkat dukungan modal dari kita semua, Agradaya sudah mendapatkan pinjaman modal yang dibutuhkan untuk meningkatkan kapasitas produksi empingnya.
Melestarikan Tradisi Kriya bersama Toraja Melo
Dalam setiap benang yang menyusun tenun Toraja, ada kerja keras dan ketekunan wanita-wanitanya yang mewarisi seni kriya berusia ratusan tahun ini. Sayangnya, seni menenun dari Toraja ini terancam punah karena para generasi penerus enggan mempelajarinya. Kesulitan menjual kain tenunan Toraja jadi penyebab perempuan belia di sana lebih pilih menjadi buruh migran karena memberikan penghasilan yang lebih pasti.
Dinny Jusuf tergelitik melihat fenomena yang terjadi di kampung halaman suaminya ini. Pada tahun 2007, Dinny mulai berinteraksi dengan para penenun di sana dan menggandeng mereka lewat lingkaran Toraja Melo. Dia melihat pangkal mandeknya penjualan kain tenun Toraja karena umumnya dijual dalam bentuk lembaran kepada turis yang datang, padahal saat itu kunjungan wisatawan ke Toraja sedang turun. Insting bisnis yang diasahnya selama berkarir di dunia perbankan, membuat Dinny jeli melihat celah solusi yaitu membuat produk turunan kain tenun menjadi aneka busana, seperti baju, aksesoris, dan tas.
Selain memecahkan kebuntuan di sisi penjualan, Dinny juga menggarap para penenun di sisi hulu. Toraja Melo mengadakan kelas-kelas pengembangan kepemimpinan bagi wanita pengrajin tenun. Dia juga mendekati para penenun untuk mau memproduksi kain dengan warna yang diminati pasar dan membantu akses mereka ke benang berkualitas. Kini, sudah semakin banyak generasi muda Toraja yang datang untuk belajar menenun dan melestarikan tradisi mereka.
Kerja keras Dinny telah membuahkan banyak hasil. Selain produknya diminati oleh konsumen, sejumlah lembaga internasional juga memberikan pengakuan terhadap pendekatannya memberdayakan wanita. Yang terbaru, pada Maret 2015 Toraja Melo terpilih sebagai salah satu Honorable Mention oleh Arthur Guinness Projects dan Ashoka Changemakers di tingkat global. Tapi, sejatinya bukan beragam penghargaan bergengsi itu yang paling dinanti Dinny. Katanya, saat orang-orang bangga memakai kain tenun, itulah penghargaan paling membahagiakan bagi saya.
***
Setelah baca ketiga profil wirausaha sosial tadi, kamu jadi lebih paham tentang cara kerja mereka mengatasi masalah sosial di sekitarnya dengan pendekatan bisnis. Semakin jelas kan kalau wirausaha sosial perlu kita dukung supaya Indonesia jadi lebih baik?
Kamu juga bisa ikut berperan mendukung wirausaha sosial yang sedang berkembang dan butuh modal untuk membuat usahanya jadi lebih keren. Klik di sini untuk tahu siapa yang niat baiknya bisa kamu dukung!
(shally)