Konsep bisnis sosial adalah salah satu solusi yang sangat cocok untuk negara berkembang dan masih membangun seperti Indonesia. “Banyak masyarakat miskin dan persoalan lainnya yang tidak bisa diselesaikan dengan hukum pasar yang notabene profit-oriented.” – M. Ridwan Kamil, walikota Bandung dan pemilik Urbane
Banyak masalah sosial yang tidak diatasi pemerintah, dan membutuhkan bantuan dari wirausahawan sosial. – Rhenald Kasali, pendiri Rumah Perubahan dan Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
“Kami menemukan banyak sekali pahlawan lokal yang telah mengorbankan dirinya untuk membantu kelompok masyarakat marginal. Tidak jarang kami sebagai peneliti kehabisan kata-kata melihat kegigihan dan kuatnya mereka berusaha terus mempertahankan organisasinya.” – Bevaola Kusumasari, Ketua Tim Peneliti UGM, dengan judul penelitian ‘Memahami Model Bisnis Organisasi Sosial (Social Entrepreneurship) di Indonesia’
Beberapa tahun terakhir, semakin banyak orang yang tergugah untuk menjadi wirausahawan. Berbekal kreatifitas, wirausahawan ‘memanfaatkan’ kebutuhan dan keinginan masyarakat menjadi produk dan jasa. Sebagian diantaranya, tidak hanya berpikir untuk mendapatkan keuntungan, melainkan lebih berfokus kepada kesejahteraan komunitas sasaran, dan masyarakat yang berdomisili di sekitar tempat usaha. Mereka adalah wirausahawan sosial, yang dapat membantu menyelesaikan permasalahan sosial seperti lapangan pekerjaan, kemiskinan, dan peningkatan pendidikan/keahlian.
Para wirausahawan sosial tidak sekadar merekrut pekerja untuk bekerja dengan mereka, tapi membekali para warga untuk memiliki keahlian sehingga mereka bisa mandiri nantinya. Misalnya, Aquatic Tropish Farm yang ingin menjadi pusat edukasi budidaya ikan air tawar di Kalimantan Timur. Atau Ternak Kambing Gibas yang selalu bersiap membantu para warga untuk memulai beternak kambing.
Ada hal yang menjadi keunikan wirausahawan sosial, mereka tidak berbisnis untuk bersaing, tetapi justru menjadikan bisnis mereka terbuka dan dapat dilakukan oleh banyak orang. Mereka berbisnis untuk mengedukasi, memotivasi, dan menginspirasi agar lebih banyak masyarakat melakukannya.
Mereka juga berbisnis dengan tujuan memberdayakan masyarakat yang ‘terlupakan’ oleh pemerintah. Sebagai contoh, PlatPe yang bermaksud mendorong buruh tembakau untuk memiliki penghasilan sampingan. Atau Khunpai Indonesia, yang mencoba mempertahankan peternak ulat sutera lokal di tengah gempuran produk serupa dari mancanegara.
Selain contoh-contoh di atas, berikut ini beberapa solusi yang ditawarkan oleh wirausahawan sosial:
- Mengubah pola pikir masyarakat, misalnya Komunitas Agus Lele Booster, yang mengajak pemuda yang biasanya bekerja serabutan di kota, kembali ke desa untuk memanfaatkan potensi daerahnya.
- Memberikan bimbingan, pembinaan, dan pendampingan, misalnya yang dilakukan oleh TinaGas untuk para pengemudi angkot yang hendak melakukan konversi ke Bahan Bakar Gas (BBG).
- Membangun infrastruktur, dan membukakan akses pasar dan informasi, misalnya Komodo Water. Berkat Komodo Water, penduduk di Kepulauan Komodo bisa memiliki akses air bersih dengan harga yang jauh lebih hemat.
- Memberikan modal kerja, misalnya Iyas Lele yang memberi benih, membantu membuatkan kolam lele, dan lain-lain.
Para wirausahawan sosial tidak memikirkan kekayaan mereka sendiri. Bagi mereka, permasalahan sosial sangat meresahkan, dan dengan menciptakan penghidupan yang layak bagi masyarakat, mereka dapat membantu menghapuskan kemiskinan di Indonesia. Nah, kamu tentu ingin mendukung mereka dong? Makanya, langsung cek project yang telah dikurasi oleh Gandeng Tangan di sini, dan kamu bisa membantu terwujudnya perubahan sosial.
Sumber: Majalah SWA 23/XXVIII/2012