Setiap tanggal 21 April, kita akan selalu diingatkan kembali tentang sosok perempuan yang menjadi salah satu pelopor edukasi untuk perempuan di Indonesia. Yup, kita akan membicarakan tentang Kartini. Pada usianya yang masih sangat muda yaitu 20-an tahun, Kartini sudah mendobrak situasi di Indonesia dengan suratnya yang sensasional itu. Nah, dulu waktu kita seumurannya, sedang sibuk apa? Kalau sudah resah dan gelisah memikirkan perubahan sosial untuk Indonesia, selamat! Keputusan yang saat tepat untuk mendukung GandengTangan, karena bersama-sama kita bisa mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera.
Nah, simak yuk, beberapa perempuan hebat yang menjadi inspirasi GandengTangan untuk terus berjuang. Barangkali hasil karya mereka dapat memotivasimu untuk mengikuti jejak mereka, dengan menjadi wirausahawan sosial selanjutnya. Berikut ini empat Kartini moderen versi GandengTangan:
-
-
Tri Mumpuni, Pejuang Mikrohidro Indonesia
-
-
- Pemenang penghargaan Ashden Awards 2012 ini adalah seorang pemberdaya yang memiliki impian untuk menerangi sebanyak mungkin desa-desa di Indonesia. Tahu sendiri dong, ketersediaan listrik adalah modal awal untuk pendidikan dan penghidupan yang lebih baik. Bu Tri juga meyakininya, sehingga beliau mendirikan IBEKA (Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyatan), sebuah organisasi nonprofit yang berfokus pada usaha transfer teknologi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat pedesaan.
Aktivitas IBEKA terpusat pada penyediaan listrik dengan mikrohidro dan air bersih dengan solar pumping. Dengan kedua hal ini, masyarakat desa, utamanya ibu-ibu dapat berkontribusi dalam pembangunan ekonomi lokal. Selain itu, pembangunan PLTMH (Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro) tersebut juga melibatkan masyarakat setempat, dengan tujuan memberdayakan mereka. IBEKA memberikan pelatihan kepada masyarakat agar mampu menjalankan sistem teknologi ini, dan memperbaikinya jika sewaktu-waktu ada kerusakan. Hingga saat ini, sudah lebih dari 60 lokasi di Indonesia yang mendapatkan penerangan dari usaha Bu Tri; tersebar di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nangroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sematera Barat, Sumatera Selatan, Lampung, Bengkulu, Tana Toraja (yang paling banyak), Sulawesi Selatan, dan masih banyak lagi.
-
-
Maria Loretha, Mama Sorgum
-
-
- Nama Maria Loretha sangat familiar di kalangan masyarakat Flores Timur, Nusa Tenggara Timur. Sejak tahun 2004, beliau berusaha mempopulerkan sorgum kembali, untuk mengatasi krisis pangan di daerahnya, yaitu di Adonara, Nusa Tenggara Timur. Situasi tanah di Adonara yang tidak sesuai untuk ditanami padi membuat masyarakat harus ‘mengimpor’ beras dengan harga yang tinggi dari daerah lain. Oleh karena itu, pemenang penghargaan Anugerah Seputar Indonesia 2015 ini mempelajari aneka sorgum dan menggugah para warga ikut menanam sorgum di ladang masing-masing.
Meski tidak memiliki latar belakang pertanian, berdasarkan pengalaman dan pembelajarannya selama ini, beliau percaya bahwa seharusnya setiap ibu mencoba memberikan sorgum kepada keluarga. Hal ini dikarenakan, kandungan gizi sorgum yang lebih tinggi daripada beras dan jagung. Tidak hanya sukses menawarkan alternatif bahan pangan untuk masyarakat sekitar, beliau juga memproduksi produk-produk olahan sorgum agar para petani sorgum memiliki penghasilan tambahan. Mama Tata, demikian beliau biasa dipanggil, telah berhasil mendanai project-nya lewat Gandeng Tangan, yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan operasional pasca panen tahun lalu.
-
-
Nani Zulminarni, ‘Penantang Keganjilan’
-
-
- Kok, tiba-tiba ngomongin keganjilan? Iya, maksudnya disini, Bu Nani adalah pejuang hak-hak perempuan yang ingin melawan budaya patriarki yang menganggap bahwa hanya laki-laki saja yang bisa menjadi kepala keluarga. Sementara menurut Bu Nani, perempuan bisa memberikan kontribusi yang sangat besar untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera dan bermartabat – asal mendapatkan dukungan yang tepat dan lingkungan yang kondusif.
Pendiri PEKKA (Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga) ini mendukung para perempuan, terutama para janda, untuk berkembang. Caranya, memberikan mereka pelatihan keterampilan, seperti menjual hasil tani organik, tenun, tata rias, dan lain-lain. PEKKA yang saat ini sudah berada di 20 propinsi di Indonesia juga mendirikan koperasi berbasis komunitas, klinik hukum, dan pendidikan dasar seperti penghapusan buta huruf. Tahun 2016 ini, PEKKA memiliki program baru bertajuk PARADIGTA, yang meliputi program pendidikan dan latihan terstruktur yang melatih perempuan-perempuan untuk menjadi perempuan pemimpin.
-
-
Shana Fatina
-
-
- Mungkin Shana adalah yang termuda di daftar ini, tapi sosoknya tetap menginspirasi sekaligus menjadi bukti: tidak perlu menunggu tua untuk bisa berkontribusi pada masyarakat luas. Di usianya yang belum 30 tahun, Shana sudah membuat
Komodo Water yang menyediakan infrastruktur air bersih di Kepulauan Komodo.
-
- Sebelum ada Komodo Water, masyarakat tidak memiliki akses terhadap air bersih dan harus membelinya dari pulau seberang dengan harga yang cukup tinggi. Komodo Water merupakan solusi bagi para warga, bukan hanya higienitas yang lebih baik dapat meningkatkan kesehatan mereka; tapi juga adanya alternatif lapangan pekerjaan.
Saat ini, Shana kembali bekerjasama dengan GandengTangan untuk memberdayakan para pengemudi angkutan umum. Project yang diberi nama TinaGas ini mentransformasi kendaraan yang digunakan untuk angkutan umum menjadi lebih ramah lingkungan dengan bahan bakar gas (BBG). Para pengemudi juga bisa mendapat penghasilan tambahan karena pengeluaran BBG yang lebih efisien. Sudahkah kamu mendukung project TinaGas?
Tentunya masih banyak lagi Kartini moderen di luar sana, barangkali Ibumu pun termasuk. Banyak hal yang mesti kita pelajari, terutama satu hal penting: bagaimana meletakkan kepentingan orang lain – dalam hal ini kesejahteraan masyarakat luas – diatas keuntungan pribadi. Yuk, buktikan kalau kamu juga sedang belajar untuk menjadi sosok Kartini moderen dengan mendanai project pilihanmu di sini.
[…] seperti ketika ngobrolin tentang Hari Kartini kemarin. Mungkin sempat ada perdebatan bahwa apa yang ia lakukan belum cukup untuk disebut sebagai aksi […]