Perkembangan industri financial technology alias fintech di Indonesia semakin bergerak ke arah positif. Platform berbasis digital ini mengakomodasi beberapa kebutuhan finansial masyarakat, termasuk salah satunya yang bergerak dalam bidang P2P Lending.
P2P Lending (Peer to Peer Lending) merupakan sebuah online platform yang mempertemukan antara kreditur dan debitur. Dengan berbasis internet, pihak borrower dan investor akan lebih mudah untuk saling menemukan dan membuat kesepakatan. Adapun pihak fintech sebagai penyedia jasa keuangan ini turut mengawasi transaksi yang dilakukan oleh kreditur dan debitur.
Akumulasi Kredit Meningkat Tajam
Meski kehadiran P2P Lending di Indonesia terbilang masih sangat baru, kemajuan yang terjadi ternyata sangatlah pesat. Sepanjang tahun 2018 kemarin, data Otoritas Jasa Keuangan alias OJK menunjukkan bahwa akumulasi kredit P2P Lending per triwulan III menembus angka 13,8 triliun rupiah. Dibandingkan awal tahun, kenaikan yang terjadi berarti sebanyak 450%. Adapun rasio pinjaman macet yang terjadi masih cukup terjaga, yakni berada di angka 1,2% saja.
OJK Turut Menjamin
Mengingat P2P Lending sangat rawan, tidak semua fintech yang menyediakan layanan ini juga pasti telah aman. Paling tidak, hingga kini OJK menetapkan sekitar 78 perusahaan fintech untuk sektor P2P Lending yang terdaftar secara resmi. Penilaian yang dilakukan oleh OJK untuk mengeluarkan izin ini pun sangatlah ketat.
OJK juga membuat aturan mengenai pinjaman orang berbasis teknologi ini. Salah satunya, berdasarkan Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, jumlah pinjaman P2P dibatasi dengan nilai maksimum sebesar 2 miliar rupiah.
P2P Lending Sebagai Saingan Perbankan?
Salah satu hal yang mendorong tingginya pertumbuhan P2P Lending di Indonesia adalah kemudahan pinjaman yang diberikan dibandingkan pengajuan kepada perbankan. Proses bisnis yang terjadi pun relatif lebih ringkas, cepat, dan transparan. Di sisi lain, P2P Lending yang bersifat online dapat diakses oleh siapa saja tanpa terhalang waktu dan kondisi geografis sehingga lebih praktis.
Pertanyaan yang kemudian muncul adalah: apakah P2P Lending akan menjadi saingan perbankan? Rasa-rasanya tidaklah demikian. Pasalnya, P2P hanya berlaku peran sebagai penyelenggara platform, sementara perbankan sebagai lembaga intermediasi berfungsi untuk menghimpun dana untuk kemudian disalurkan dalam bentuk pinjaman.
P2P dan Perbankan Bersinergi
Sesungguhnya, P2P Lending dan perbankan dapat melakukan sinergi sehingga menghasilkan simbiosis mutualisme. UMKM dapat meminjam dana melalui P2P Lending untuk merintis dan mengembangkan usahanya. Kelak, saat bisnis yang dijalankan semakin besar, maka UMKM ini dapat lebih mudah untuk mendapatkan akses kredit ke bank.
Di sisi lain, P2P juga dapat bertindak sebagai agen perbankan dalam menyalurkan kredit bagi UMKM. Bank pun dapat mereferensikan debitur yang ditolak kepada pihak P2P Lending.
Perkembangan P2P Lending di Indonesia secara umum telah cukup baik dan memiliki prospek yang lebih cerah di masa mendatang meski selama 2018 kemarin juga cukup banyak laporan mengenai P2P Lending yang diterima. Melalui sinergi yang pas antara OJK, P2P Lending, perbankan, dan masyarakat, perekonomian di Indonesia dapat turut berkembang melalui fasilitas berbasis teknologi ini.